Rabu, 04 Juni 2014

Lelahku Mencintaimu

Hey kamu! Tolong jangan datang kembali ke dalam kehidupanku.
Jika kamu hanya ingin singgah dan pergi lagi untuk kesekian kalinya...

Kita memang pernah bersama, meski tanpa ikatan. Kita memang pernah bersatu, meski tanpa pengakuan.
Kita pernah menjadi bait dalam setiap tulisan yang kurangkai di kala rindu mendera. Kita pernah menjadi karya disetiap rangkaian kata yang kususun di kala tangis menyapa.
Kamu adalah angan yang selalu hadir disetiap kubuka mata dari lelap. Kamu adalah kamu yang dulu aku cinta, mungkin hingga sekarang. Mungkin.
Kamu adalah raga yang menyeret naluriku untuk bertahan dalam perih. Kamu adalah jiwa di setiap tetes air mata yang menodai lekuk senyum indahku.
Kau pernah pergi dari hidupku, meski pada waktunya kau kembali menunjukkan rupamu di hadapanku.
Kau pernah enyah dari fikiranku, meski ada saatnya sosok tak tahu malumu kembali mengindahkan duniaku.
Aku selalu berdoa, selalu meminta, agar kamu tidak lagi hadir di kala aku terjaga pada malam hari. Aku selalu meminta, tanganku menengadah, agar kamu tidak lagi menghadirkan senyum di saat aku sendiri dalam lamunanku.
Aku benci, benci pada diriku sendiri yang entah dengan alasan apa aku memilih untuk menunggu. Menunggu cinta yang tidak akan pernah aku raih. Menunggu kasih yang tidak akan pernah kudapati.
Aku merasa bodoh, bodoh ketika entah dengan bisikan apa hati kecilku tetap berucap “Aku Mencintaimu”. Mencintai cinta yang takakan pernah aku rasakan. Mencintai hati yang takkan pernah bisa menyambutku.
Takpernah ada sesal yang menghantuiku, takpernah ada sesal karena mencintai tanpa balas darimu. Takpernah ada rasa yang mengajakku untuk menyesali pertemuan dan perkenalan itu.
Hatiku sudah kokoh! Tetap kuat meski seringkali kaucoba runtuhkan dengan dustamu. Tetap tegak meski taksekali kaucoba hancurkan dengan bualanmu.
Dan kini...
Kenapa bayangmu kembali ke dalam mimpi dan anganku setelah sekian lama kamu menghilang dari peradabanmu, setelah sekian lama kamu tak ada di otak dan fikiranku.
Kenapa kini rindu dan tangisku tertuju padamu lagi setelah lamanya kamu tak bertengger di batang jiwaku.
Silahkan kamu menetap di dalam hatiku, asalkan kau tak meninggalkanku bersama bayangmu lagi.
Tapi, aku mohon.
Jangan pernah kamu kembali jika hanya untuk singgah sejenak.
Hidupku taksemudah kisah cintamu bersama mereka. Hatiku taksetegar karang di tepi laut sana.


Pergilah kamu, kasih. Aku bosan! Aku lelah!

Minggu, 30 Maret 2014

Mungkin TUHAN Belum Menghendaki Pertemuan Ini


Malam  Minggu ini tidak lebih indah dari malam Minggu yang lalu, bahkan lebih menyesakkan. Iya, sangat menyesakkan. Seseorang yang selama 3 tahun ini kuharap bisa bertemu langsung denganku, semalam datang ke sini, ke kotaku, dia ada kerjaan yang cukup rahasia. Tidak diketahui oleh teman-temannya, bahkan teman dekatnya sekali pun, hanya beberapa orang saja yang tahu. Aku bersyukur, aku mengetahui kedatangannya ke kotaku ini, aku gembira, bahagia mendengar berita itu. Orang yang selama ini ingin kujumpai akan mengunjungi kotaku? Kota kelahiranku? Tempat dimana aku tinggal? Betapa rasa gembira ini terlukis seperti mimpi. Aku membayangkan bagaimana nanti jika aku bertemu dengannya, apa aku akan menangis? Namun aku ingat dengan doaku selama ini; jika aku bertemu dengannya, akan kupeluk erat dia dan membisikkan betapa aku menyayanginya.

Aku sudah berimajinasi bagaimana kelanjutan setelah pertemuan itu, apa aku akan ditraktir makan seperti yang lainnya? Apa aku akan diantarkannya pulang seperti mereka? Apa sambutanku akan diterima dengan gembira olehnya? Yang aku yakin dan aku tahu, dia takmungkin mengabaikanku disaat pertemuan itu, karena dia baik, dia ramah dan dia humble. Aku sudah merencanakan semuanya, menyiapkan segala sesuatunya, bahkan aku sudah membuatkan ia beberapa souvenir untuk ia bawa pulang ke kotanya. Aku bersusah payah meminta izin pergi pada kedua orang tuaku untuk menemuinya, sampai mataku sembab karena memang aku tidak diizinkan pergi hingga larut malam. Aku merengek pada mereka, hingga muncul rasa iba dari hati mereka pada anak bontotnya ini, mereka mengizinkanku pergi asalkan pukul 12 malam aku harus sudah ada di rumah.

Aku pun mencoba menghubunginya, meminta kepastian pukul berapa ia akan datang dan dimana ia akan rehat sejenak. Namun, aku bisa memakluminya jika ia takmenggubris pesan-pesanku yang kukirim untuknya, ia memang sibuk. Dan aku akan terus mengejar mimpiku; untuk bisa menyatakan sayang padanya hingga pada Jum’at sore ia menjawab pesan singkatku, ia akan mengabariku jika ia sudah menuju kesini. Kegembiraanku terluap takbisa kugambarkan dengan rangkaian kata, aku membayangkan bagaimana aku jika sudah bertemu dengannya; jangankan bertemu, sudah dibalas saja aku senangnya bukan main.

Sabtu pagi, aku melihat ke cermin, indah sekali wajahku dengan senyuman kecil penuh kebahagiaan, menanti pertemuan yang 3 tahun kudambakan. Berangkat sekolah dengan senangnya, semangat sekali aku pagi itu. Apa lagi ketika ia mengirimkanku pesan; kira-kira Sabtu sore ia sudah sampai di sini. Aku taksabar menunggu bel pulang dan menemuinya sore itu. Namun keceriaanku berubah kesal ketika mendapat kabar darinya, ia sedang terjebak macet dan kemungkinan malam ia baru akan sampai disini. Tapi kabar itu takmembuatku patah semangat, aku pasti akan bertemu dengannya, toh tidak mungkin juga dia sampai sini pukul 12 malam, bagaimana dengan pekerjaannya?

Pulang sekolah aku langsung mandi, dandan, siap-siap, pake parfum dengan aroma kesukaannya banyak banget sampe tinggal setengah botol, aku pergi ke tempat ia akan rehat. Aku menungguinya sejak pukul 5 sore, betapa dag-dig-dugnya hatiku, rasanya sudah taksabar untuk segera menemuinya. Hingga malam tiba, aku tetap saja menunggunya, sendirian, sampai-sampai aku dicurigai oleh satpam penjaga tempat itu. Tapi aku cuek, aku takperduli, yang penting aku bisa bertemu dengannya, bertemu kebahagiaanku. Detik-detik waktu tanpa terasa aku lalui hingga menunjukkan pukul 8 malam, aku semakin taksabar. Aku melihat kado yang kubuat untuknya dengan wajah penuh dengan keceriaan. Tapi keceriaan itu pupus seketika aku mendapat pesan darinya yang mengatakan dia baru sampai Indramayu, ia terkena macet parah. Takmungkin ia akan sampai sini kurang dari jam 12, Indramayu kan kota lain provinsi.

Tapi dengan penuh kebodohanku, aku tetap menunggu; menunggu keajaiban kalau-kalau mobilnya diangkat malaikat yang Tuhan kirim untuk membawa ia padaku. Pukul 11 malam ia mengabariku kembali dan mengatakan dia sudah sampai di Cirebon. Percuma, aku harus pulang, pulang dengan tangan hampa, penuh penyesalan, keterpurukan, aku merasa kecil, dan terjatuh dalam sekali. Aku tidak akan menemuinya, aku takakan bertemu dengannya. Rasanya aku ingin tetap menunggunya, mungkin sampai hari esok, ingin membangkang dengan orang tua, toh aku sudah ada di luar rumah. Tapi aku ingat dengan pesan darinya tempo dulu; untuk jangan mengorbankan kewajiban demi dia, karena itu hanya membuat semua orang kecewa termasuk dia. Dan akhirnya aku pulang hanya dengan ketegaran, kesesakan tangis yang aku tahan. Mungkin Tuhan belum menghendaki pertemuan ini, pasti Tuhan mempunyai rencana yang lebih baik untuk kebahagiaanku. Setidaknya aku pernah saling bertuka kabar dengannya. Setidaknya  ia pernah membuat janji denganku. J

Sabtu, 22 Maret 2014

22 Maret 2014; 4 tahun Aku Bertahan




Hari ini, 22 Maret 2014 tepat 4 tahun; hari dimana gw kepikiran sama dia untuk pertama kalinya. Tanggal ini indaaaaaaaaah banget buat gw, berarti, penuh makna, dan merupakan sejarah. Tapi tidak buat dia, 22 Maret ya tanggal biasa, hari dimana dia ngelakuin segala rutinitasnya seperti biasa, tidak ada yang special. Kalo gw boleh flash back, 4 tahun yang lalu 22 Maret 2010 adalah hari pertama kali gw mulai kepikiran dia, pertama kalinya gw kangen sama dia, pertama kalinya gw mau bilang dia "ganteng", dan pertama kalinya deg-degan karena cowo. Padahal sebelumnya? Gw adalah junior yang paling enek ngeliat dia, jijik sama tingkah lakunya, illfil banget sama dia. Tapi gw sadar kok kalo selama 4 tahun ini gw jatuh cinta sama dia. Jatuh cinta, ya, jatuh cinta. Ketika rasa nyaman, sayang, dan takut kehilangan itu bercampur menjadi satu.
Banyak sih temen-temen gw bilang kalo gw bodoh, bego, tolol karena udah perjuangin dia sejauh ini yang kemudian hasilnya...nihil. Tapi ga sedikit juga kok yang bilang gw cewe hebat, tangguh, gw beda dari gadis lain yang dengan mudahnya mencintai dan dengan mudah pula melupakan. Gw gadis remaja yang menurut mereka bener-bener punya cinta tulus, murni, dan suci. Dan gw sendiri ngerasa kalo gw itu bego, bodoh, tolol, dongo. Banyak cowo di luar sana yang lebih baik dari dia, lebih bisa menghargai gw daripada dia, tapi? Kenapa gw tetep aja bertahan? Bertahan untuk tetep perjuangin dia, bertahan dalam kesakitan dan kekecewaan, kenapa? Selama ini gw bertahan, bertahan mencintai orang yang sering keluar masuk di kehidupan gw seenaknya, bertahan mencintai orang yang selama ini ngecewain gw. Tapi entah kenapa, perjuangan gw ini yang (kata mereka) menyakitkan justru indah buat gw.
Selama ini gw perjuangin dia dengan enjoy, asik, ya...meski pun dia ga pernah ngerespon gw. Dia cuma jadiin gw persinggahan di saat dia kesepian, tempat curhat saat dia ada masalah, tempat dia pulang saat dia kehabisan bekal. Sakit sih rasanya, apa lagi kalo dia curhat masalah cewe yang udah pasti tuh cewe bukan gw. Kalian bisa bayangin kan? Orang yang kalian cinta, yang kalian sayang, yang ingin kalian miliki cerita tentang orang lain yang special bagi dia, sedangkan kalian inginnya ya cuma kalian yang special buat dia. Rasanya perih, sakit, kecewa, tapi dengan berat hati gw harus nutupin perasaan itu di depan dia, dengan rasa penuh kebohongan gw terpaksa ngasih saran biar dia baik-baik aja sama cewe dia. Meski pun setelah itu gw nangis dan nyesel, tapi gw selalu senyum di depan dia, tegar dan seakan-akan gw ga terpukul dengerin curhatan dia.
Dijadiin dia tempat persinggahan, dibuat terbang melayang dan kemudian dihempaskan ke bawah gitu aja, itu adalah hal yang sering gw alamin selama 4 tahun ini. Dipanggil dengan panggilan “sayang” itu udah cukup bikin gw ngefly sebenernya. Tapi panggilan itu nggak ngejamin kepastian buat gw, panggilan itu cuma jadi angin semu yang hanya lewat aja di kehidupan gw. Setelah dia bikin gw seneng dengan panggilan “sayang” nya, kemudian dia hilang kabar, susah dihubungin, dan ternyata...dia udah punya cewe? Lalu gimana dengan “sayang” yang dia bilang ke gw? Selalunya gw tegar, selalunya gw nangis sendirian tanpa dia perduli.
Menjadi tujuan pulang saat dia kehabisan bekal dan ditinggalin lagi saat dia udah cukup bekal, itu hal biasa juga buat gw. Saat dia ada masalah sama cewenya atau dia putus sama cewenya, dia nyari gw. Curhat sama gw, atau bahkan kembali manis sama gw dengan kata “sayang” dan rayuannya. Sumpah! Gw disini ngerasa bego banget, tapi yang namanya cinta (mungkin), gw selalu aja tuh ngerasa enjoy, ga pernah ada dendam, dan tetep aja seneng waktu dia sayang-sayangin gw. Gw sering dimarahin sama dia kalo ada temen gw tau tentang kedekatan gw sama dia, mungkin dia malu kali deket sama gw, mungkinJ. Tapi yang namanya cewe, ga bisa kan kalo mendem perasaannya sendirian? Cewe pasti bakal cerita sama temennya, berbagi pengalaman sama temennya. Tapi bagi dia itu semua salah, dan gw cuma bisa bilang “maaf” lalu kemudian nangis. Gw emang cewe lemah.
Kadang gw sadar, ngapain sih gw harus tetep bertahan perjuangin dia? Ngapain sih gw berharap sama dia, padahal gw tau dia ga pernah nganggep gw lebih. Ga pernah nganggep gw berarti. Harusnya gw berhenti, berhenti mikirin dia, berhenti ngangenin dia, berhenti nangisin dia. Tapi sadar gw itu cuma sesaat, gw ga pernah bisa buat berhenti cinta sama dia. Mungkin karena disaat gw udah mulai ada yang bisa gantiin posisi dia, eh...dia balik lagi dengan manisnya. Dan anehnya gw, gw mudah aja ngelepasin yang baru dan balik lagi cinta sama dia. Apa karena dia cinta pertama gw? Iya, sih, dia cinta pertama gw, dan segalanya yang pertama buat gw.
Pertama kali gw deg-degan ada di deket lawan jenis (cowo), pertama kali gw mengakui kadar kegantengan cowo, pertama kali gw deket sama cowo, pertama kali gw tebar pesona ke cowo, pertama kali gw pengen banget terlihat lebih menarik di depan cowo, pertama kali gw saling bertukar kabar sama cowo hampir tiap menit, pertama kali gw mulai sibuk dengan handphone yang memang jadi sarana komunikasi, pertama kali gw pengen tampil sebagaimana cewe dewasa, pertama kali gw nangisin cowo, pertama kali nyaman di deket cowo, pertama kali perhatian sama cowo, pertama kali gw takut kehilangan cowo, pertama kali berantem sama temen karena kesalah pahaman masalah cowo, dan pertama kali-pertama kali yang lain. Itu semua karena dia, dia emang yang pertama dan sampe sekarang, sampe hari ini, malam ini gw belom nemuin pengganti dia, belom nemuin cowo yang bikin gw takut banget kehilangan.
Mungkin iya gw bego perjuangin dia sendirian selama ini tanpa respon yang pasti dari dia, tapi yang selalu bikin gw tegar dan tetep bertahan adalah kata-kata mutiaranya yang entah kenapa tiba-tiba dia bilang ke gw kalo gw harus perjuangin cinta gw, apa pun hasilnya, setidaknya...gw udah berjuang dan mengukir pengalaman. Itu yang bikin gw tetep semangat. Sebenernya, sih, gw udah lelah sama semua ini, tapi ga tau kenapa gw susaaaaaaaaaah banget buka hati buat cowo lain. Semua cowo yang gw kira bisa gantiin posisi dia di hati gw itu ternyata cuma sekedar ketertarikan sesaat yang bisa aja sewaktu-waktu gw lupa dengan sendirinya. Sekarang, dia udah ngilang lagi dari kehidupan gw, ga tau kabarnya gimana. Dia juga udah punya cewe baru, dan gw ga tau sampe kapan dia bakal ga ada kabar gini. Gw, sih, berharap dia bakal balik lagi di kehidupan gw, nanti, kalo gw udah punya pengganti dia, kalo gw udah bener-bener ga cinta lagi sama dia.
Gw bosen sama semuanya, gw juga pengen bahagia, gw ga pengen sedih terus gini. Gw pengen ceria seperti pertama kali gw masuk sekolah itu, sebelum 22 Maret 2010. Seenggaknya, gw pernah jadi yang special buat dia, gw pernah jadi mimpi indah buat dia, gw pernah diperhatiin sama dia, gw pernah dikhawatirin sama dia, dia pernah takut kehilangan gw, dia pernah kangen sama gw, dia pernah sayang sama gw, dia pernah ga ngerelain gw pergi, meski pun semua itu hanya bualan. Bualan? Entahlah, gw ga tau apa yang selama ini ada di hatinya. Yang gw tau, dia masih menjadi yang berarti di hidup gw, sejak 22 Maret 2010 hingga detik ini; 22 Maret 2014.

Sabtu, 15 Maret 2014

Dimana foto, tulisan, dan suara menjelma menjadi CINTA

Desember, iya bulan Desember untuk pertama kalinya aku mengenalmu. Saling bersapa lewat mention, mention yang tidak menjanjikan pertemuan itu. Kamu selalu menyapaku, aku pun begitu. Perkenalan ini terasa begitu hangatnya dan aku larut dalam kenyamanan yang tanpa sengaja kau buat. Apalagi saat kaumulai mengenalkan suaramu yang kau post di soundcloudmu, apa kamu sadar sejak aku tahu akun soundcloudmu aku diam-diam sering mendengarkan suaramu, suara seperti orang pilek tapi berhasil membuatku tersenyum dan ketagihan. Tapi, entah kenapa, sejak sapaanku mulai kaubalas dengan cueknya, sejak sapaanku taklagi kaubalas dan hanya meretweet saja. Sejak saat itu, kau tahu? Aku mulai merasa kehilangan. Kehilangan sosok teman (dunia maya) yang membuatku nyaman, membuatku lupa dengan segala hal pahit yang beberapa tahun silam aku rasakan. Aku kehilangan sosok penyemangat, kehilangan tawa. Apalagi saat kamu mulai sibuk dengan kegiatanmu, kamu taklagi membalas setiap sapaanku. Hingga akhirnya aku tahu, kamu sudah ada yang punya. Betapa beruntung wanita itu, memiliki kamu yang humoris, sopan, dan humble. Aku tahu, ini semua salahku. Aku yang membuat rasa sakit ini muncul. Sakit? Maksudnya, aku sakit hati? Nggak mungkin! Aku dan kamu hanya bertemu di Time Line twitter. Aku tidak yakin, mana mungkin tulisan bisa membuatku jatuh cinta hingga sakit hati? Tapi aku selalu rindu dengan suaramu, rindu dengan tulisanmu yang (dulu) sering ada di mentionku. Setiap kali aku bertanya tentang perasaan ini pada sahabat-sahabatku, jawaban mereka sama. Aku hanya merasa nyaman dengan perhatian dan keseruanmu. Tapi bagiku, “cinta” adalah sebutan bagi orang yang merasa nyaman, sayang dan takut kehilangan. Dan perasaan ini? Benar aku nyaman dengan keberadaanmu, benar aku takut kehilangan sosok kamu yang selalu bisa menghiburku. Sayang? Apa sejak rasa nyaman itu muncul, rasa sayang itu juga muncul? Tapi jujur, aku selalu saja khawatir jika aku dengar kabar dari temanmu kamu sedang sakit, dan aku akan merasa lega jika aku mendengar kabar kamu baik-baik saja. Apa itu juga namanya rasa sayang? Kalau itu benar rasa sayang, berarti aku mencintaimu? Dan aku percaya, dimana foto, tulisan, dan suara bisa menjelma menjadi rasa cinta sebelum ada pertemuan. Dan kini harusnya aku melupakanmu, bukan justru mengharapkan kamu yang sehangat dulu, bukan berkhayal kelak kamu akan menemuiku dan kita akan sedekat mereka yang berpacaran melalui perkenalan facebook di ftv-ftv itu. Aku memang bodoh dan tak tahu diri! Kamu siapa? Aku siapa? Setahuku kamu anak pejabat tinggi di kotamu dan aku? Cewek kampung yang kamu kenal melalui twitter saja. Kamu juga sudah punya pacar kan? Harusnya dari awal aku tidak mengartikan keseruanmu sebagai ketertarikan, bukankah kamu memang humble? Aku menyesal!